• Jelajahi

    Copyright © Bedadung
    media news network

    Iklan

    Iklan Beranda

    Wayan Supadno Petani Sukses Dengan Cara Gila

    , Juli 05, 2021 WIB

     

    Wayan Supdno, Petani sukses yang sebelumnya dianggap "gila" oleh banyak orang. Sudah dikenal sejak lama Indonesia sebagai Negara Agraris. Sosok Petani dan Pengusaha bidang pertanianlah yang jadi tolak ukur seberapa hebat Negara dengan corak Agraris tersebut. Tiap tahun hingga kini, minat untuk menjadi petani mengalami degradasi di berbagai segmen umur. Melihat keadaan tersebut, justru terdapat peluang besar bisnis jangka panjang. Begitu sekiranya pandangan dari sosok Wayan Supadno, Seorang mantan Mayor TNI yang kini jadi Petani sejati.

     

    Wayan merupakan alumni Universitas Airlangga (UNAIR) angkatan 87 Program Studi D-III Fisioterapi Fakultas Non-Gelar Kesehatan (FNGK). Dilansir dari Channel Yotube Pak Tani Bangkit, Pria kelahiran Banyuwangi, 20 Juni 1967 tersebut rupanya mengalami kehidupan yang tak mudah hingga menjadi petani sukses seperti sekarang.

     

    Ketika masuk UNAIR, sempat Ia ditangisi oleh ibundanya lantaran takut tak mampu untuk membiayai studinya. Tak ingin menjadi beban keuangan tambahan keluarga atas biaya kuliahnya, Wayan berkuliah sambil kerja. menjual buku hingga bekerja di rumah orang. Alhasil, berkat kerja keras dan usahanya, setelah keluar dari UNAIR Ia bekerja di perusahaan farmasi selama 2 tahun hingga Wayan dilantik dengan pangkat Letnan 2 dan menjadi guru pelatih militer.

     

    Beberapa kali mendirikan usaha, Ia bangkrut sekitar 30 milyar. Hal tersebut diakuinya lantaran upaya ekspansi bisnis dan kesalahan dalam bermitra sehingga Ia pun menjual aset demi menutupi hutangnya. Tak mau hanya duduk termenung meratapi nasib, Wayan bangkit kembali bersama semanagat yang masih tersisa. Ia bangkit dengan membawa 5 kiat untuk menjadi petani sukses, yaitu kuasai diri,  cinta pekat kepada Tuhan, konsolidasi bisnis, buat rencana strategi terbaru, dan pintar mengelola para orang pintar.

    Sukses besar sebagi petani, rupanya Wayan memiliki sebuah harapan besar bagi Negeri ini. Ia menawarkan sebuah konsep pemikiran kepada pemerintah. Konsep tersebut yakni transmigrasi swakarsa mandiri guna bertani buah naga bagi masyarakat dengan kesulitan lahan atau pemuda yang berkeinginan menjadi petani sukses. Dimana terkait dengan pendanaan, uang muka dibayar pemerintah, kekurangan di support perbankan dan dilunasi dari hasil pertaniannya.   

    “Sungguh saya tidak habis pikir, banyak anak muda dan sarjana pertanian yang ingkar janji dari profesinya, tidak mau juga jadi pengusaha pertanian sukses. Indonesia sebagai negara agraris tapi masih kekurangan sumber daya manusianya,” ungkap keresahan Wayan tentang sektor pertanian.

    Wayan juga memberikan ajakan bagi pemuda dan orang yang ingin menjadi petani atau pengusaha pertanian yang sukses untuk menjadi petani yang cerdas dengan melihat potens di luar Pulau Jawa.

    “Bertani membutuhkan tempat, lahan sempit membutuhkan pengganti, diluar Pulau Jawa masih banyak lahan tidur, subur, murah harganya. Mari menjadi petani yang cerdas. Potensi tidak hanya di Pulau Jawa. NKRI ini, bangsa ini, begitu luasnya,” ujar ajakannya.

     

    Sudah beberapa kali saya dianggap gila oleh orang lain. Bahkan tadi saat terima telpon spontan bilang kalau saya gila. Hanya karena saya masih mau membuat pembibitan Sawit yang katanya sudah terlalu luas sawit kita, Durian Musang King hingga setara luas tanam ratusan hektar dan ekstrim lagi Jengkol setara luas tanam ratusan hektar juga.

    Ujung – ujungnya sahabatku yang bilang gila ke saya tadi, ikutan mau tanam lalu pesan bibit jengkol ke saya. Berarti ikut gila juga. Hehe.. Setelah saya suruh ngecek harga jengkol di pengepul saat ini ternyata Rp 18.000/kg. Andaikan jarak tanam 10×10 meter (populasi 100 pohon/ha), 300 kg/pohon setara 30 ton/ha/tahun. Kalau harganya Rp 10.000/kg di Petani maka omsetnya Rp 300 juta/ha/tahun. Anggap Rp 150 juta/ha/tahun sudah lumayan bagi petani.

    Begitu juga durian, andaiakan populasinya 100 pohon/ha. Lalu jumlah butirannya hanya 50 dan harganya Rp 150.00/butir maka setara omsetnya 100 x 50 x Rp 150.000 = Rp 750 juta/ha/tahun. Ini sangat logis jika intensif usia dewasa. Biaya produksi (HPP = harga pokok produksi) akan makin murah lagi jika di bawahnya ditanam rumput pakan ternak sapi. Packchong misalnya.

    Limbahnya jadi pupuk sehat jangka panjang. Karena sapi dewasa bisa menghasilkan 4 ton kohe/ekor/tahun. Jika 1 ha 5 ekor sapi maka dapat pupuk gratis 20 ton/ha/tahun. Praktis jadi kebun organik. Rumput gulma sengaja ditanam yang kadar proteinnya tinggi agar sapinya sehat cepat besar dan gemuk. Praktis biasanya jadi beban karena limbah berubah jadi nilai penambah laba maupun manfaatnya.

    Dulu..

    1. Dianggap gila karena melakukan riset membuat formula pupuk hayati organik maupun hormonal, kan sudah banyak pabrik pupuk. Belum tentu bisa bersaing dengan pabrik pupuk yang sudah besar.
    2. Dianggap gila karena sewa lahan tandus 21 ha tahun 2009, dicetak ulang jadi sawah, karena yang subur saja belum tentu untung apalagi tandus. Tidak tahu dengan pola remediasi lahan tanduspun bisa sehat dan subur kembali. Jadi sangat produktif.
    3. Dianggap gila karena memotivasi anak muda agar gemar bertani inovatif, katanya sama saja mengajak anak muda hidup miskin, karena petani yang ada saja masih banyak yang miskin dan anak muda enggan bertani.
    4. Dianggap gila karena mengajak anak muda jadi pengusaha dengan modal dengkul, hanya melalui membangun diri jadi insan terpercaya. Padahal yang punya modal warisan banyak saja belum tentu bisa jadi pengusaha pencetak lapangan kerja penampung pengangguran.

     

     

    Ceruk pasar arti gramatikalnya begitu aplikatifnya ke berbagai hal tentang pemasaran.

    Definisinya hingga meluas karena pemanfaatan teori itu bisa di banyak tempat maupun manfaatnya. Hingga tiada habisnya jadi bahasan dunia pemasaran.

    Ada yang mengatakan itu hasil rekayasa strategi pemasaran, ada yang mengatakan bagian dari segmentasi pasar, ada pula yang mengaitkan produk terhadap sempitnya pangsa pasar tapi dalam jadinya banyak juga dan seterusnya.

    “Kali ini saya mau mengaitkan produk tertentu yang patut jadi pertimbangan sahabat petani dalam menentukan sikap berinvestasi atau memodali suatu usaha agribisnis. Agar mudah maka langsung saja pada contoh konkretnya, yang pertama, seorang Kepala Sekolah SD di Lampung Utara. Sejak jadi Guru (ASN) mungkin hingga saat ini putra putrinya pada lulusan pasca sarjana hanya menanam gambas dan pare saja. Lebih mengharukan lagi karena organik, kebetulan pelanggan Hormax dan Bio Extrim produk formula saya. Kalau dipikir hanya berapa orang dari masyarakat yang memasak gambas dan pare, tapi nyatanya puluhan tahun bisa hidup sehat bahagia berkecukupan menuntaskan putra putrinya lulusan pascasarjana. Mencukupi semuanya dan dikerjakan di luar jam dinasnya,” tutur Pak Wayan.

    Yang kedua, lanjutnya, seorang sahabat dari Kalbar mengabarkan ke dirinya bahwa saudara dekatnya hanya punya 10 pohon jengkol usia belasan tahun. Tapi hasilnya tidak kurang dari 4000 kg/tahun. Padahal harganya saat ini Rp 20.000/kg di Petani. Terendah Rp 8.000/kg. Praktis dapat omset Rp 80 juta/tahun hanya 10 pohon saja.

    Padahal kalau dipikir hanya berapa persen masyarakat yang memasak jengkol, pasti tidak banyak. Tapi karena skalanya luas butuhnya jadi banyak juga. Bahkan tak jarang harga Jengkol di Jakarta dan kota besar sekitar Rp 80.000/kg pada end user. Inilah yang jarang dianalisa oleh sahabat petani.

    “Lalu saya coba menganalisa, andaikan jarak tanam 9 x 9 mtr, artinya populasinya 130 pohon /ha. Maka potensi omsetnya 130 pohon x 400 kg x Rp 10.000/kg = Rp 540 juta/ha/tahun. Anggap saja hanya 100 pohon yang normal maka setara omsetnya 40.000 kg/ha/tahun setara Rp 400 juta/ha/tahun. Selamat menganalisa dan memenuhi maunya ceruk pasar,” tambahnya.

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    Wisata

    +